Kamis, 12 Januari 2012

Pentingnya Mengikat Makna

 Hari ini ada peristiwa yang membuat saya menyesal dan malu yang berkaitan dengan buku. Kenapa juga saya tidak membuat catatan buku yang telah saya baca dari dulu, saya baru sering mencatat beberapa bulan ini terutama setelah mempunyai blog :)). Jadi begini ceritanya, di daftar teman akun facebook saya, ada yang status tulisannya sering saya ikuti dan baca trus di catat deh kalau ada yang bagus, namanya @Uung Gantira, dia sering berbicara masalah agama, membahas buku, opininya atau masalah kehidupan sehari-hari. Saya suka mengikuti catatan buku yang telah dia baca. Nah akhir-akhir ini statusnya sering membahas dan membuat catatan buku dari Ibnu Qayyim yang dibelinya beberapa bulan yang lalu (2011), judulnya Al-Fawa'id (Menuju Pribadi Takwa), dia menuliskan point-point dari buku tersebut yang isinya bagus menurut saya biar ga lupa saya pun mencatatnya. 
Hari ini karena saya sedang tidak ke kantor jadi punya banyak waktu untuk browsing internet dan membaca tulisan-tulisannya. Entah kenapa sewaktu saya mencatat apa yang dia tulis mengenai isi buku itu, saya seperti pernah membaca dan sangat dekat dengan isi buku tersebut, apakah saya mempunyai buku tersebut ya, tapi rasanya tidak. Tapi atas nama penasaran saya pun berjalan menuju lemari buku yang ada di ruang tamu, sambil meliat di deretan buku-buku agama, ternyata jreng jreng saya menemukan dan membaca judul buku yang sama ada dilemari buku saya. Ya Allah ternyata saya sudah punya bukunya kenapa sampai ga ingat sama sekali? Sewaktu saya membuka buku tersebut, di halaman pertama ada tulisan nama saya dan tanggal saya  membeli buku tersebut, buku tersebut saya beli di bulan Juni 2001. Saya langsung sedih, kaget dan menyesal, ternyata buku yang direkomendasi berulang kali oleh Uung tersebut dan sering saya catat telah saya beli lama, apakah ini pertanda saya hanya memenuhi lemari ini dengan berbagai macam buku tanpa saya membacanya?
Akhirnya saya merenung dan berpikir kalau soal membaca, setiap buku yang saya beli pasti saya baca karena atas dasar pertimbangan ekonomis rugi donk udah keluar uang buat beli buku mahal-mahal tapi ga dibaca he he. Trus kenapa sampai saya sama sekali ga ingat ya? padahal buku ini saya beli waktu saya kuliah di Jogja yang pasti buku tersebut saya baca karena waktu untuk membaca buku tersedia banyak karena memang itulah tugas saya saat itu, kuliah alias belajar. Akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan saya jarang mengikat makna (istilah pak Hernowo) atau menulis dari apa yang saya baca, kalau saya menulis mungkin ingatan akan sebuah buku atau judul lebih lama dan saya bisa membuka dan membaca ulang catatan tersebut. Ternyata mengikat makna seperti yang dianjurkan pak Hernowo itu benar adanya. Hari ini saya meniatkan dan berjanji akan lebih sering menulis buku-buku apa yang telah saya baca walaupun hanya sebaris kalimat. Doakan semoga saya tidak melupakan janji saya ya he he eh bagaimana dengan kamu apakah suka mencatat atau tidak? *cari teman ceritanya nih* xixixi.

Senin, 09 Januari 2012

Mom, Aku Mencintaimu Karena Allah

Bandara itu selalu menjadi saksi
Airmata yang menetas saat engkau pergi
Berat untuk mengantarmu
Selalu ada rasa ingin selalu bersama
Seperti dulu lagi

Engkau mencintai rumah kehidupan keluarga kita
Dan ingin selalu disana
Walaupun sendiri
Aku tak bisa mencegahmu
Apapun yang membuat engkau bahagia aku rela

Dalam do'a selalu kusebut namamu
Sepanjang hidupku aku selalu ingin mencintaimu
Walau jarak memisahkan kita
Bukankah rindu dan cinta tak mengenal ruang?

Mom maafkan anakmu
Yang masih saja merepotkanmu
Insya Allah akan selalu kulakukan yang terbaik untukmu


Sabar, Senyum dan Ikhlas

Masih cerita tentang liburan di Jogja, entah kenapa begitu saya sudah tidak tinggal di Jogja saya malah banyak menikmati, berpikir dan merenung all about Jogja, apa ini yang dinamakan tak kenal maka tak sayang atau setelah jauh baru sayang he he. Selama ini orang bilang, orang Jogja itu ramah dan banyak senyum, dulu saya hanya mengiyakan saja karena saya pikir memang begitulah semestinya. Tapi apa ada ya orang yang ramah dan sabar, tetap melayani satu-satu pengunjung ketika para tamu sudah capek antri dan mulai ribut bahkan ada yang berteriak. 
Kejadian ini saya alami sewaktu hendak makan di bakmi kadin Jogja yang legendaris itu. Tempat makannya sederhana tapi besar. Malam itu hampir semua meja terisi dan setelah saya liat kanan kiri mereka kebanyakan dalam keadaan menunggu pesanan karena tidak ada makanan atau bekas piring di meja yang ada hanya minuman dan snack kerupuk, Karena pengen makan mie saya tetap duduk di tempat yang satu-satunya kosong, lagi musim liburan wajar ramai dan saya liat pengunjung rata-rata orang tua yang datang berombongan mungkin mereka sedang bernostalgia. Bakmi Kadin ini memasak pesanan mie/nasi satu porsi tidak sekaligus tentu saja lama walaupun ada beberapa gerobak untuk tempat masak. 
Setelah 15 menit menunggu ponakan saya mulai ribut dan merengek kalau dia lapar, karena memang belum makan dan dia ga sabar menunggu terlalu lama. Bolak balik kami memanggil si mbak pelayanan yang mencatat makanan dan dia tetap sabar sambil senyum mengatakan "masih antri bu sekarang antri nomor sekian", saya kira dia akan marah karena di tanyain terus tapi dia tetap mau menjawab ketika di tanya "mba berapa lama lagi" dia menjawab sambil berkata" sebentar bu saya cek dulu" kemudian dia jalan ke dapur padahal saya tau dia sibuk dan banyak pengunjung yang tidak sabar juga. Terus terang saya kagum akan kesabaran dan tetap senyum pelayan tersebut, hal ini mungkin susah saya temui di Jakarta, jika lagi makan di tempat yang ramai pengunjung dan sering bertanya berapa lama lagi, paling dijawab sambil cemberut, sabar yang lain juga ngantri :))
Ini juga menjadi pelajaran bagi saya sih, saya sering menjumpai klient yang super duper cerewet dan rewel di kantor, kadang saya masih bisa melayani dengan sabar tapi kalau sudah terlalu rewel timbul juga jengkel dan menjawab dengan malas-malasan. Berarti menjadi catatan saya, salah satu resolusi 2012, harus lebih banyak sabar, senyum, dan ikhlas :)))