Minggu, 01 Oktober 2017

Sekecil Apapun Dakwah Sangat Berarti

Sekitar tahun 90 an saat saya kuliah mencari majelis kajian cukup mudah, di kampus dan mesjid-mesjid sekitar kampus banyak menyelenggarakan pengajian. Saya seneng banget dapat menemukan kajian-kajian agama yang ilmunya sangat saya butuhkan karena kondisi saya yang minim ilmu agama. Dibandingkan sewaktu saya masih sekolah di tempat daerah asal saya sulit menemukan kajian ilmu, yang ada paling malam Jumat yasinan.

Setelah lulus kuliah, menikah dan kerja, kembali saya merindukan adanya kajian ilmu yang sempat terlupakan karena terlalu sibuk dengan rumah tangga dan pekerjaan.
Tidak leluasanya waktu yang saya punya menjadi kendala juga dalam mencari kajian yang sesuai dengan waktu saya.
Walaupun saya banyak kegiatan rumah tangga, pekerjaan dan happy dengan semuanya itu tetap di lubuk hati saya yang paling dalam saya merindukan kajian ilmu agama, yang dapat terus mengasah bathin dan jiwa saya. Tapi... dimana lagi saya bisa menemukan kajian semudah sewaktu saya kuliah dulu.
Sedih memang seakan saya sangat jauh dari agama hati menjadi gersang walaupun banyak kesibukan.
Akhirnya saya dipertemukan dengan kajian kecil, yang anggotanya hanya ada beberapa orang kemudian ada guru yang disebut dengan murabbi. Yang kemudian saya tau kajian itu familiar disebut liqo.
Seneng rasanya waktu itu kembali lagi membahas ilmu-ilmu agama. Jika dulu saat kuliah kajian yang saya datangi sifatnya umum dan lebih besar, kali ini sifatnya privat dan yang diajarkan sama saja, tentang ilmu Islam, ibadah, hafalan surat pendek dll.

Saya liqo satu kali seminggu, biasanya diisi dengan membaca Alquran, kemudian hafalan surat pendek baru membahas tema-tema yang telah ditentukan. Murabbi saya ini bukan lulusan pendidikan agama yang bergelar LC, Seorang ibu rumah tangga, yang mempunyai pengalaman dakwah yang sangat panjang. Bagi saya yang seorang fakir ilmu, ilmu yang diberikannya bagaikan sebuah mutiara walaupun dia bukan seorang lulusan pendidikan agama. Memang hal yang sepele bagi orang lain, mengajarkan tentang ibadah wajib, mengingatkan melakukan kebaikan-kebaikan, mengkoreksi bacaan Alquran tapi bagi saya itu bermanfaat sekali. Karena sesuai dengan kapasitas saya yang minim ilmu agama dan sangat haus untuk mendapatkan ilmu tersebut.

Kemudian jika kini ada seorang ustad yang ilmu agamanya masya Allah luar biasa lulusan madinah, yang juga ustad favorit saya karena saya sering mendengarkan kajiannya baik langsung maupun siaran di media, mengatakan "belajar ilmu agama itu dengan orang yang memang latar belakang memiliki ilmu agama yang bagus bukan hanya sekedar punya murabbi seorang senior yang tidak mempunyai ilmu agama yang mumpuni". Secara garis besar saya setuju jika kita belajar dengan orang yang mempunyai ilmu yang qualified tapi jika keadaanya seperti saya dulu susah menemukan kajian yang mumpuni di sekitar saya dan ada yang menawarkan kajian liqo, apakah itu jelek? Bagi saya tidak karena sekecil apapun kebaikan yang diajarkan manfaatnya sangat besar saya rasakan.

Saat ini saya sering mengikuti pengajian yang sering dinamakan pengajian Sunnah, saya senang dan bahagia menemukan kajian yang seperti ini, kadang saya sering bertanya kenapa baru sekarang saya banyak menemukan kajian yang seperti ini karena sangat bagus yang mana pembahasan kajiannya sangat mendalam, satu kitab yang tidak terlalu tebal saja baru selesai di bahas sekitar tiga tahun saking detail dan mendalamnya kajian tersebut. Kemana saja ya mereka selama ini apa saya yang tidak tau?

Jadi dengan melihat perjalanan mencari ilmu saya yang sangat beragam, semua saya syukuri dan insya Allah bermanfaat dunia akhirat bagi saya. Terlepas dengan berbagai macam metode dan jenisnya,  inilah variasi berbagai macam dakwah yang saling mengisi, tidak ada yang salah selama berjalan di atas kebaikan, bersumber kepada Al-Quran dan hadis.

Mari kita saling menguatkan dakwah, peer umat masih banyak, ga ada gunanya juga saling mengomentari negatif suatu kegiatan dakwah. Dengan masih adanya dakwah saja sudah bersyukur. Masih banyak yang harus diperbaiki, lebih baik bersinergi daripada mencaci.

Saya yakin semua punya niat yang baik ingin menyempurnakan dakwah Islam, mungkin cara penyampaiannya saja yang tidak tepat waktu atau narasinya. Dengan tujuan yang sama mari kita sama-sama menyempurnakan apa yang kurang dengan cara yang lebih baik.

Saya mencintai majelis ilmu, dan saya juga mencintai orang-orang yang mau berpeluh peluh di medan dakwah. Mari kita saling mencintai karena Allah. Kelak saat pada hari akhir , kita bisa bersaksi kepada Allah bahwa kita tegak bersama orang-orang yang menganggungkan ajaranNya. Aamiin...

Kamis, 07 September 2017

Menulis Itu Cinta

Menulis ituuu...bagi saya seperti mencintai kamu, susah-susah gampang. Susah kalau dipikirin, gampang kalau di jalanin hihihi becanda

Membaca dan menulis bagi saya sudah seperti makanan sehari-hari. Saya lebih suka membaca daripada menonton. Awalnya hanya membaca saja tapi kok lama-lama rasanya seperti ada yang kurang. Banyak pikiran, renungan dan hikmah yang saya dapat ketika membaca dan itu terus menumpuk di dalam kepala. Akhirnya setiap selesai membaca buku atau di saat membaca saya sering bikin tulisan, hanya berupa coretan kata atau review dari buku tersebut. Lama-lama kebiasaan itu menyenangkan bagi saya, makanya blog ini saya namakan "menulis itu cinta, membaca itu kebahagiaan".

Jadi kalau ditanya apa arti menulis bagi  saya, alasannya bisa jadi berubah-rubah.sejalan dengan waktu dan umur . Dulu menulis bagi saya karena efek yang di timbulkan dari membaca atau lagi galau dan baper. Kemudian saya menulis pengalaman yang saya alami sehari-hari. Sekarang setelah banyak ikut kajian ilmu, tujuan menulis bagi saya bukan hanya kesenangan. Tapi menulis untuk menebarkan banyak kebaikan dan manfaat. Yang semoga kelak jadi amal jariah ketika saya telah tiada.

Ketika sudah ada cinta tidak perlu ada pertanyaan lagi kenapa. hanya perlu pembuktian cinta seperti apa. Berharap cinta ini berujung kepada kebaikan, Allah ridho dan membawa keberkahan dari awal kata sampai akhir kalimat. Aamiin
Semangattt !!!
:)

#kmo1
#sahabat aksara
#rindu istiqomah

Selasa, 22 Agustus 2017

Satu Atap Lima Madrasah by Kiki Barkiah

Satu kata yang ingin saya ucapkan ketika saya selesai membaca buku ini dengan mata berair, hati yang bahagia dan pikiran yang penuh inspirasi

Barakallah teh Kiki, semoga keluarga teteh selalu dalam lindungan Allah. Allah mudahkan segala urusan dan insya Allah kelak anak-anak hebat ini menjadi cahaya bagi orang banyak.

Saya menangkap semangat yang begitu dalam saat membaca buku ini.
Semangat yang timbul karena tujuan akhirnya jangka panjang yang mungkin hasilnya tidak tampak di dunia tapi nanti ketika dunia telah tiada, berkumpul di surga dengan kedudukan istimewa.

Saat ini teh Kiki dengan enam pasukannya satu bayi yang baru berapa bulan lahir, lima anak yang homeschooling, tanpa art, ibu rumah tangga, istri, menjadi penulis dan bisnis pakaian juga. Masya Allah membayangkannya saja saya sudah sesak nafas. Teteh punya kelebihan tenaga dan pikiran dari mana sih ? Duhh saya pakai nanya lagi, ya dari mana lagi kalau bukan Allah yang berikan ini semua.

Buku Satu Atap Lima Madrasah ini merupakan kumpulan kisah sehari-hari bagaimana  pengasuhan terhadap lima anak dengan segala hiruk pikuk, tantangan dan kebahagiannya.

Apa yang dialami teh Kiki ini mungkin dialami para ibuk ibuk semua bagaimana mengatasi anak rewel, pertanyaan sex yang bikin deg-degan, manajemen waktu,  memilih pendidikan anak dsb. Yang membedakan hanya respon dan keputusan yang diambil setiap orang tua. Yang pasti ilmu sangat mempengaruhi warna kehidupan dalam keluarga.

Sekolah untuk menjadi orang tua memang tidak ada. Setidaknya kita bisa belajar dari pengalaman orang lain. Ambil yang baik dan cocok buat keluarga kita atau setidaknya bisa jadi inspirasi kita untuk menetapkan sesuatu yang lain.

Menjadi ibu yang hebat bukan ibu yang tak pernah salah, tapi ibu yang mau selalu belajar dari mana saja termasuk belajar dari anaknya sendiri.

Teh Kiki sendiri mencoba berbagai macam cara dalam metode pendidikan anaknya. Tidak selalu berhasil kadang kala di review di coba lagi yang lain sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan sang anak. Lima orang anak lima pula gaya belajar yang berbeda.

Bagi saya buku ini buku yang mahal. Mahal karena pengalaman yang dibagikan. Setiap ibu pasti punya pengalaman sendiri dalam mendidik anaknya. Semoga dengan berbagi pengalaman kita tidak harus salah dulu untuk belajar dan tau :).