Rabu, 10 Juni 2020

Tanam Sayur mu Sendiri From Garden To Table




Ketika membuka ig seseorang yang saya lupa namanya, saya membaca quote “sekarang yang hits bukan lagi berlomba lomba atas kemegahan fana, coba belajar temukan bahagia di dalam sederhana”.
Quote ini rasanya benar-benar mewakili hati yang sudah tiga bulan di rumah saja. Awalnya bingung mikirin gimana nanti eh akhirnya lama-lama kalem dan bisa menikmati.
Dua minggu pertama sempat sakit karena efek psikomatis, dari situ berusaha mengelola stress level dengan menyibukkan diri dan menjauhi membaca berita. Salah satu kegiatan yang saya coba adalah berkebun khususnya menanam sayuran. Kenapa sayuran bukan bunga? tanaman hias sudah saya lakukan dari dulu. Saya ga pernah menanam sayur karena saya pikir mengurusnya lebih ribet dan lagian sayur mudah di dapat di warung atau penjual keliling.
Pembatasan aktivitas karena pandemi membuat beberapa pasar dan warung dekat komplek rumah saya tutup. Berhubung konsumsi sayur saya lebih banyak dari pada lauk pauk membuat saya berpikir bagaimana caranya saya bisa dapat sayuran segar setiap hari. Ketika di berita banyak orang panik memborong makanan di supermarket saya pun berburu benih sayuran lewat belanja online.
Alhamdulillah di bulan ke 2 saat masih di rumah saja saya sudah bisa menikmati sayuran produksi sendiri dengan bahasa kerennya from garden to table. Suami saya sempat heran kok mau maunya saya setiap hari berpanas-panasan, main tanah dengan campuran media tanam yang disana ada kotoran hewan karena dia tau banget saya orangnya penjijik dan ogah kena kotor. Jangankan orang lain saya pun heran, tidak hanya kebiasaan saya tiap pagi yang berubah tapi juga bacaan dan tontonan saya juga berubah. Tampilan ig saya dari yang isinya fashion berubah menjadi para penggiat kebun, nonton yutub tentang pertanian sampai saya termehek mehek liat restoran bumi langit di Yogya dan ngedumel kemana aja saya selama ini sering bolak balik ke Yogya kok sampai ga tau ada tempat keren begitu.
Karena ingin nambah pengetahuan saya ikut kelas vegetable gardening, dan itu pesertanya buanyak dengan latar belakang profesi yang beragam, rata-rata alasan mereka pada ikut kelas karena pemula dan ingin cari kegiatan selama mendekam di rumah. Berkebun sendiri bisa meningkatkan imunitas karena ada kebahagiaan yang di timbulkan.
Ketika saya mencari ulasan tentang urban farming muncul istilah ketahanan pangan yang menyatakan bahwa “ Pandemi menyadarkan kita semua bahwa urban farming dan berkebun adalah keahlian bertahan hidup yang penting, terutama saat situasi berubah menjadi darurat (@millennialsfarmer) ”. Wahhh ternyata efeknya bisa sejauh itu padahal saya merasa ini hanya hobi iseng disaat tidak ada kerjaan dan efek pasar yang tutup.
Ternyata apa yang saya temui dilapangan satu minggu yang lalu cukup membuat wow, saat membeli media tanam di toko bunga langganan, toko tersebut berhasil menjual 700 karung media tanam hanya dalam waktu dua jam dan orang antri untuk membelinya dan biasanya media tanam sebanyak itu baru habis satu bulan. Tidak hanya itu saja segala macam pot dan poly bag yang biasanya memenuhi toko tersebut sampai penuh hanya menyisakan sedikit saja barang. Sempat saya tanyakan kepada pemilik toko kok bisa laris gini kata mereka selama libur banyak orang jenuh di rumah saja dan pelariannya dengan berkebun. Ya ampun ternyata saya banyak temannya hahahahaha.
Sekarang saya jadi bertanya sendiri, ketika new normal sudah di terapkan penuh dan aktifitas masyarakat kembali semula apakah kebiasaan ini akan tetap ada? Apakah ini menjadi bagian dari new normal atau seharusnya ini lah hidup yang normal sebenarnya?
Saya merasa inilah hidup normal yang sebenarnya. Selama ini kita terlalu cuek dengan alam dan dari mana makanan kita berasal karena semuanya di dapatkan dengan mudah. Dengan berkebun saya belajar banyak hal, bagaimana menjaga keseimbangan alam. Dengan menanam secara organik mau tidak mau belajar menyesuaikan dengan alam, apabila ada hama maka di obati bukan dengan obat kimia atau membiarkan dan mengalihkan hama tersebut ke tanaman lain. Selain menanam akhirnya saya juga memikirkan pengelolaan sampah. Sampah tidak asal di buang, sampah organic diolah lagi menjadi pupuk sedangkan yang an organik di kempulkan dan diolah lagi untuk hal yang lain.
Saya sebagai generasi 90 dari dulu tidak tertarik dengan yang namanya pertanian baik jadi pilihan kuliah ataupun profesi, yang saya tau jadi petani itu susah ga bisa kaya tapi yang terjadi sekarang orang semakin sadar dengan hidup sehat dan menjaga kesehatan. Sayuran organic dan semua makanan organic di buru para penganut makanan sehat dan untuk harga tentu saja lebih mahal mungkin juga ini efek dari banyaknya penyakit yang timbul yang kadang baru di ketahui namanya saat ini yang dulu tidak ada penyakit tersebut. Pengagas hidup sehat menyakini untuk memulai hidup sehat dimulai dari makanan dan isi piringmu.
Mungkin meng viralkan tagar ketahanan pangan dimulai dari rumah bisa dijadikan kampanye awal agar orang semakin aware untuk menanam apa yang di konsumsinya sedangkan bagaimana caranya info di internet sangat banyak dan soal keterbatasan lahan juga banyak solusinya.
Masa pandemi ini juga mengajarkan kita bahwa alam ga bisa dilawan karena alam akan tetap ada tanpa manusia sedangkan manusia tanpa alam tidakakan bisa. Mari kita berselaras dengan alam ketika kita sudah peduli dengan satu point saja maka kepedulian akan hal lain akan menular. Selama ini kita telah banyak di beri kekayaan oleh bumi, sudahkah kita merawatnya?


Selasa, 26 Mei 2020

repost tuisan Tere Liye


*Paham

Akhirnya saya paham.

Bukan penduduk kelas bawah yang terkena dampak serius pandemi ini. Bukan pula kelas menengah. Juga bukan kelas atas. Sepanjang mereka tidak melakukan hal ini: berhutang.

Sesusah apapun situasi, jika kalian tidak berhutang. Kalian minimal tidak pusing mikirin cicilan. Karena sungguh rumit, walaupun kalian kaya raya, tapi hutang menggunung. Wah, itu susah Bro. Karena akan ada yg nagih, jadi pikiran, stress, susah tidur, susah makan. Tambah susah semuanya. Penjualan seret, bisnis mampet, tapi cicilan tetap harus dibayar. Nah, kelompok inilah yang terkena dampak seriusnya. Kelompok rentan, rapuh, dan menjerit.

Nah, inilah juga yang terjadi hari-hari belakangan ini. Tiga bulan bisnis tidak jalan, mungkin masih kuat. Tapi enam bulan tidak jalan? Wah, mulai sadis dampaknya. Karena hutang harus dibayar. Sekali hutang tersendat, dampaknya lari ke bank. Bank2 mulai kesulitan likuiditas. Efeknya beruntun kemana2. Sekali bank jebol, kacau balau dunia persilatan.

Maka, apapun yang terjadi, bisnis harus dimulai Juni nanti. Sebelum semua yang berhutang semaput. Bukan rakyat kecil yg dikhawatirkan. Kalian kredit panci, lemari, gorden, itu sih tidak serius. Atau kredit motor, rumah, mobil, mungkin itu serius, tapi ssst, masih ada yang lebih serius.

Apa itu? Perusahaan2 yang berhutang. Orang2 itu yang berhutang. Jangan keliru, pejabat2 ini ada punya bisnis, dan bisnisnya juga terbiasa dengan hutang. Belum lagi pengusaha di sekeliling kekuasaan, juga terbiasa dengan hutang. Dengan bisnis mampet, penjualan turun, wow, itu ngeri. Cicilan mau dibayar pakai apa? Daun? Tidak bisa.

Maka bisnis harus jalan. 

Apalagi JIKA negara itu juga berhutang gila2an, ribuan trilyun. Wah, sekali ekonomi terjun bebas, maka pajak akan berkurang drastis, cukai, penghasilan lain, terjun bebas. Tambah kacau balau. Penerimaan mampet. Kurs menggila. Itulah kenapa BBM tidak turun di negara ini, karena konsumsi BBM turun. Makanya harga BBM tetap selangit, itu penting agar tidak tekor. Buat nalangin turunnya konsumsi.

Maka bisnis harus jalan segera. Apapun resikonya. Mari dibungkus dengan "new normal", "sepanjang protokol kesehatan" dilaksanakan. Pokoknya dibungkus apapun, bisnis harus jalan. Mall2 harus buka, karyawan harus masuk, pabrik beroperasi lagi. Itulah yang terjadi, sesederhana itu.

Gara-gara hutang.

Maka, bersyukurlah jika kalian hari ini tdk punya cicilan. Tidak pusing, toh? Meski susah mikir besok harus makan apa, minimal tdk perlu mikirin besok nyicilnya bagaimana. Pun yang terlanjur dan terpaksa berhutang, semoga segera bisa dilunasi. Agar beban itu tidak mengikat kita. Sungguh2 berdoa, semoga rezeki datang, hutang lunas.

Karena yang repot adalah: yang hobi berhutang.

Wah, ini repoooot, Rek. Kemampuan kurang, tenaga lemah, eh nafsu hutang tinggi. Numpuk hutangnya. Tapi dia tetap bangga. Selalu punya alasan dan puja-puji logika. Seolah berhutang itu prestasi, kan hancur logika. Nah, yg ini jelas susah. Karena benarlah kata orang tua dulu: tabiat berhutang itu berbahaya. Sekali seseorang suka berhutang, maka dia akan lagi, lagi, dan lagi berhutang. Dia bisa membuat susah keluarganya, semua jadi kena.

Sungguh, hutang tinggi itu bukan prestasi. Karena kalau itu prestasi, waduh, hahaha, lucu sekali, banyak-banyakan hutang prestasi? Oooh, kulit kerang ajaib, entah itu nasihat dari mana. "Nak, berhutanglah banyak2, semakin banyak hutangmu, semakin berprestasi kamu."

*Tere Liye

Senin, 25 Mei 2020

Merayakan Rindu, Lebaran 2020


Lebaran tanpa ketemu keluarga dan saudara, rasanya mustahil. Tapi inilah kenyataanya sekarang, silaturahmi hanya via online.

Biarlah ini menjadi sejarah yang kelak akan menjadi cerita bahwa pada suatu masa dunia kena wabah penyakit yang belum ada obatnya dan manusia di paksa untuk diam di rumah.

Terlalu banyak cerita sedih dan hikmah dari peristiwa ini, kehilangan orang tercinta, kehilangan pekerjaan, ekonomi menjadi sulit tapi disisi lain ada yang merasakan nikmat bersama keluarga, ibadah menjadi fokus dan semakin dekat sama Allah.

Jika dada sesak karena rindu
Mari kita rayakan rindu ini
Tumpahkan semuanya kepada yang punya raga ini
Biar Allah yang selesaikan
Jika virus yang tak terlihat saja bisa Allah timpakan dan kemudian dunia terguncang
Pastilah kecil bagi Allah menyelesaikan hati yang sesak dan jiwa yang gundah. 

Dekati Allah
Dekati Allah 
Dekati Allah