Selasa, 22 Desember 2015

Ayat Ayat Cinta 2 by Habiburrahman El Shirazy

Dulu saat ayat-ayat cinta 1 (AAC) di mulai, saya begitu setia menunggu tukang koran di pagi hari buat membaca ceritanya yang dimuat secara bersambung di koran Republika sampai beratus ratus seri. Kemudian setelah selesai ceritanya dan dibuat dalam bentuk buku saya pun membeli dalam jumlah banyak untuk saya bagi-bagikan, itu semua karena saya banyak mendapat ilmu dan manfaat dari novel tersebut. Saya hanya ingin berbagi terutama waktu itu buat ponakan dan teman-teman karena banyak pembahasan bagaimana adab dan hukum bergaul antara seorang laki-laki dan perempuan.

Ya itu memang kenangan 10 tahun yang lalu. Dan sekarang di tahun ini saya masih menjadi pembaca setia yang setiap hari menunggu ceritanya yang dimuat secara bersambung lagi walau medianya sudah berubah kalau dulu berwujud koran cetak sekarang saya membacanya lewat koran online. Ya itulah zaman yang selalu akan berubah yang tidak berubah disini, kesetian saya dalam membaca karya-karya kang Abik hahaha ups :)

Kang Abik menamakan karyanya ini sebagai novel pembangun jiwa, bagi saya tidak hanya jiwa tapi juga rasa. Secara pemikiran ilmu saya bertambah, jiwa saya semakin bersemangat untuk mengenal agama Islam dengan lebih baik lagi dan secara rasa, saya belajar bagaimana perasaan tidak bisa dijadikan nomor satu ketika berhadapan dengan ilmu syariat, harus tetap apapun yang akan kita lakukan hukum Allah tetap menjadi pegangan yang pertama.

Jika dulu AAC 1 membuat saya pengen banget ke Mesir terutama Kairo sedangkan untuk AAC 2 ini settingnya tidak terlalu detail disajikan sehingga imajinasi berkunjung lewat kata kurang terasa. Tapi soal isi cerita kualitasnya sama dengan yang pertama.

AAC 2 banyak bercerita bagaimana adab seorang muslim bergaul dengan non muslim, bagaimana Islam bersifat Rahmatan Lil Alamin dan juga tentang perbedaan agama. Bagi kita yang tinggal di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama muslim, gesekan antara agama tidak begitu banyak terjadi tetapi di benua negara lain hal tersebut bisa jadi masalah yang sangat besar.

Fachri seorang dosen yang kaya raya ia tidak hanya baik hati kepada keluarga, teman tetapi juga kepada  tetangganya yang non muslim.  Ini membuat ia menjadi gambaran ideal bagaimana sejatinya seorang muslim. Ketika tetangganya meneror nya dengan mengatakan ia seorang teroris dan penjahat, Fachri membalasnya dengan berlebih lebih kebaikan. Hingga membiayainya tetangganya untuk mencapai impiannya secara gratis. Jika ini tersosialisasikan dan dilaksanakan dengan nyata oleh semua muslim, rasanya phobia anti muslim tidak akan ada.

Terus terang bagi saya perjalanan mencari Aisyah yang paling menarik dan menegangkan :). Penulis dari awal sudah membuat pembacanya penasaran walaupun dari awal juga sudah memberikan tanda-tanda dimana Aisyah lewat Sabina. Ini hebatnya trik penulis bagaimana menggiring pembaca tetap penasaran hingga akhir cerita, bayangkan novel ini 690 halaman lho, kalo ga dibikin penasaran bakalan macet bacanya di tengah jalan hihi .

Akhir cerita yang tak pernah terpikirkan sama sekali bagi saya ketika Aisyah bercerita bagaimana ia hilang di Palestina dan wajahnya yang rusak. Dugaan imajinasi saya ketika dari awal membaca novel ini tentu Aisyah hilang di Palestina karena di bunuh oleh zionis dan disiksa sebelumnya. Tapi ketika membaca ceritanya bahwa Aisyah sengaja merusak mukanya sampai hancur ketika tentara Palestina hendak bertemu denganya yang sudah di duga akan mengambil kehormatannya. Ia memilih menghancurkan mukanya terlebih dahulu agar tentara zionis itu tidak "mau" lagi padanya. ia berharap dapat menjaga kehormatannya karena baginya kehormatan dan kesuciannya hanya untuk suaminya orang yang berhak memiliknya. Masya Allah saya bergetar dan menetaskan air mata ketika membaca kalimat tersebut. 

Akhirnya saya sadar keimanan dan pemahaman jihad saya baru seujung kuku hingga saya hanya menduga pendek, tetapi saya percaya memang begitu adanya para pejuang muslimah di Palestina tersebut mereka berani dan mau berjuang melakukan apa saja demi menjaga kehormatan diri dan agama mereka. 

Sebagai penutup saya hanya bisa mendoakan Barakallah buat Kang Abik atas karya-karyanya, semoga karya ini bisa menjadi perantara kebaikan yang mengalir terus menerus sampai akhir zaman. 

Bagi yang belum membaca buku ini, recomended buat di baca, happy reading :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar