Jumat, 11 Februari 2011

Akankah koleksi majalah ku akan berakhir?

Capee dehhh berhari hari beresin majalah yang numpuk di lemari, biasanya majalah-majalah ini ku jilid sesuai nomor dan bulan tapi sejak pindah ke Bekasi hampir dua tahun yang lalu majalah itu hanya tertumpuk dilemari tanpa di sentuh. Akhirnya ketika mood baik menghampiriku diibongkarlah majalah itu satu persatu dan ternyata jumlahnya buanyak bangettt. Jika menjilidnya setiap tahun ga terasa bertumpuknya lima majalah dan 2 tabloid ini,
Selain dijilid, kadangkala majalah yang aku anggap ga penting kuberikan ke orang lain sebelumnya aku filter dulu dengan mengambil artikel-artikel yang ku suka, seperti kisah seseorang yang bisa jadi pelajaran, contoh model busana dan resep masakan. Setelah dipilih pilih selesai (kayak yang jualan di kaki lima xixi) kenapa jadi banyak banget dan rasanya kok basi ya hari gini masih baca-baca info di majalah, padahal info yang sama ada di internet atau kalau ga ngerti cukup tanya om google. Apalagi dengan aktif di twitter dengan meng follow orang-orang yang inspiratif hingga membuatku kebanjiran informasi.Apa untuk tahun-tahun ke depan majalah masih diperlukan? Sekarang aja aku sudah memutuskan untuk mengurangi langganan majalah karena waktu  kosongku lebih banyak membaca di media online. 
Sebenarnya sedih karena keberadaan majalah atau buku secara fisik masih diperlukan tapi jika informasi yang cepat dan akurat itu bisa di dapat hanya dengan jempol di tekan kenapa juga harus membeli majalah, setidaknya ada penghematan uang jika belanja majalah dikurangi (perhitungan khas emak-emak ha ha).
Apakah setelah ini tidak ada lagi koleksi majalahku bertambah, apakah hilang di gerus oleh internet dengan media online nya, aku masih cinta sama buku dan majalah secara fisik tapi zaman yang berubah membuat cara membaca itu menjadi beda yang penting aku tetap cinta membaca dan tidak lupa untuk menulis he he he.

Kamis, 10 Februari 2011

Menawar

Belanja tanpa nawar bagaikan makan sayur tanpa garam he he, aku bukan orang yang jago nawar, setiap belanja berapa harga yang disebut langsung aja di oke in, paling nawar dikit sebagai basi basi, kalau ga di kasih ya udah, hanya jadi prasayarat aja biar sah :0. Apalagi belanja ke pasar traditional, wahh ngeliat yang jualan aja udah kasian gimana mau nawar (takut dimarahin juga sih he he).
Tapi gimana jadinya kalau daganganku yang selalu di tawar, dan aku selalu tak kuasa untuk menolaknya. (aku tak kuasa..lagu kalee). Entah kenapa setiap orang yang nawar aku luluh lantak (lebay ihh), apalagi yang sering keukeuh nawar itu malah orang yang berkemampuan secara ekonomi (ga asikk banget khan). Mungkin aku malas untuk berlama lama ngobrol soal harga atau karena gak nyaman atau daripada dia ga jadi ha ha ha. Yang pasti sikap ini bikin karyawanku manyun. Katanya "kenapa sih bu mau aja padahal khan dia kaya." Sebenarnya aku ga liat dia kaya atau miskin walaupun yang sangat menjadi prioritas untuk di tolong adalah yang susah, aku hanya berprinsip kalau mereka mau nawar dan itu gak bikin rugi ya udah ga apa-apa toh untung sedikit juga ga masalah, yang jadi masalah kata temanku, aku nya yang nggak kaya kaya, hikz...
Biar sajalah aku nyaman dengan sifatku ini toh apa salahnya bikin orang senang, kalau soal aku ga jadi kaya, masih banyak jalan ke roma, dengan banyak berbuat baik aku merasa sangat kaya, tapi bukan kaya duit tapi kaya hati, kaya akan rasa bahagia. So kalau buat yang takut takut nawar ketemu aku aja ga perlu gontok gontokan cukup sekali nawar bungkus dehhh xixixixi

Jangan menyesali waktu

Waktu yang terlewatkan
Menyisakan cerita yang tak usai
Saat aku ingin bertanya
Dimana akan memulai

Kapan saja dimana saja
Hati ini ada padamu
Tak peduli dengan waktu
Setiap saat jika kau mau

Berceritalah.......
Bernyanyilah........
Hati ini akan selalu mendengar
Walau tanpa aku disampingmu
Karena cinta tak perlu waktu
Dia akan selalu hidup dihatimu