Selasa, 07 April 2015

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Terus terang saya sudah jarang mengikuti berita apalagi tentang politik. Bukan saya abai dan tidak mau peduli tapi saya merasa kebijakan-kebijakan pemerintah sekarang banyak yang di luar logika orang awam. Atau memang saya yang rakyat biasa ini yang tidak mengerti pola pikir mereka, entahlah...
Tapi ketika saya mendengar menkominfo mem-blokir beberapa situs termasuk situs media Islam diantaranya Hidayatullah dan Era Muslim, saya terhenyak karena saya sudah berlangganan majalah ini sejak kuliah tahun 90 dan alasan di blokirnya karena media ini menyebarkan paham radikal dan kebencian terhadap agama lain. Saya menjadi bertanya ke dalam diri saya bertahun tahun saya membaca majalah itu apakah saya menjadi orang yang radikal? tetangga saya yang non muslim suka maen ke rumah bisa di bilang hampir tiap hari dan klien loyal saya banyak yang beragama non muslim, apakah  saya radikal?

Sebenarnya yang memblokir tersebut apa pernah membaca situs tersebut? kemudian yang membuat saya menghela nafas panjang lagi dalam salah satu akun media sosial seorang kyai mengatakan "ga perlu risau dengan pemblokiran situs Islam tersebut karena belajar bukan pada situs tapi pada guru".
Benar pernyataan tersebut kita lebih baik belajar dengan seorang guru tapi apakah semua orang mempunyai kesempatan dan waktu untuk belajar dengan seorang guru sedang media internet sangat dekat selalu ada di gengaman tangan. Apakah sang kyai itu tidak pernah mendengar betapa suatu tulisan pernah menjadi jalan hidayah seseorang untuk lebih baik yang mungkin tidak didapatkan dari penjelasan seorang guru walaupun penjelasan tersebut telah berungkali dijelaskan. Karena setiap orang berbeda dan Allah yang Maha Berkehendak. Saya sedih sesama umat Islam kita bukanya saling mendukung tapi malah saling berselisih.

Sekian lama saya membaca majalah Tarbawi dan Hidayatullah yang saya rasakan Tarbawi dan Hidayatullah sama-sama membawa pesan kebaikan dan menjelaskan ilmu-ilmu agama. Perbedaannya mungkin dari segi bahasa, Tarbawi bahasanya lembut dan halus sedangkan Hidayatullah bahasanya tegas dan langsung walaupun yang dibahas temanya sama. Dengan berlangganan dua majalah ini bagi saya menyempurnakan satu sama lain, yang satu menjelaskan dengan lembut beserta contoh dengan cerita-cerita yang membuat saya menitikkan air mata, sedangkan Hidayatullah membuat saya menjadi seorang yang bersemangat dan tegas menegakkan agama dengan segala perintahNYA.
Makanya ketika media ini di blokir saya sedih, saya cinta dengan agama ini saya cinta dengan Allah dan cinta dengan Rasul. Saga tidak rela ketika agama Islam ini hanya menjadi alat untuk mendukung kekuasaan.
Jika tidak suka dengan suatu tulisan maka balaslah dengan tulisan, tidak setuju dengan suatu paham maka jelasin juga paham yang benar itu bagaimana, jangan langsung menghabisi. 

Saya berdoa untuk pemimpin di negeri ini, semoga menjadi pemimpin yang amanah, yang fokus kepada kesejahteraan rakyatnya bukan hanya pada kesejahteraan penguasa dan pengusaha.

Teringat akan perkataan seorang ulama "Seandainya aku memiliki doa yang mustajab aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku" (Fudhail bin Iyadh)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar