Kamis, 23 Mei 2013

Memoar Romantika Probosutedjo, Saya dan Mas Harto by Alberhiene Endah


"Ketika orang melupakan kami..."
Kalimat pertama dari prolog buku ini membuat saya merenung dan terharu. Saya tidak banyak tau siapa seorang Probosutedjo, saya hanya tau ia seorang pengusaha dan saudara Soeharto.
" Kami mencintai Indonesia dengan segenap rasa cinta, ketulusan dan tanpa pamrih. Oleh karenanya, kami siap menanggung risiko apapun atas perjuangan yang kami tempuh. Termasuk, ketika orang sudah tidak lagi mengingat karya positif yang telah kami buat".

Probosutedjo bercerita bagaimana masa kecil nya dan seperti apa hubungan ia dengan Soeharto. Sejarah masa kecil sampai tua diceritakan runtut dalam buku ini dengan begitu banyak kenangan dalam setiap peristiwa. Sejarah karier Soeharto dari prajurit sampai presiden dituturkan dalam pandangan seorang adik yang banyak tinggal bersama dalam satu rumah.
Seperti membayangkan sebuah film bagaimana dulu keadaan Indonesia dari tahun 40 an. Saya membayangkan bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di zaman dahulu. Belum semegah sekarang, barang kebutuhan sehari hari saja banyak di kirim dari luar negri. Alhamdulillah Indonesia yang saya liat saat ini begitu maju perekonomiannya.
Hikmah yang dapat saya ambil dari buku ini bagaimana kita mempersiapkan mental dalam menjalani hidup ini. Hidup yang kadang diatas dan kadang dibawah. Kadang penuh keramaian kadang sunyi sendiri.
"Inilah masa tua kami, Mas Harto menempuh kehidupan yang sunyi setelah lengser. Saya bersentuhan dengan jeruji penjara akibat tuduhan penyelewengan dana HTI. Wafatnya Mas Harto pun tak bisa saya lihat karena status saya masih tahanan. Sungguh ini merupakan aroma masa tua yang tidak pernah saya bayangkan. Namun sejujurnya saya tetap merasakan keindahan dan semangat yang tak kunjung habis untuk mengapresiasi hidup"
Kenyataan diatas harus membentuk sikap mental yang tangguh dan tahan banting. Kita tidak tau apa yang akan terjadi 10 atau 20 tahun lagi, kondisi apa yang kita alami. Saya sebagai yang lebih muda jadi banyak belajar dari sejarah dan nilai-nilai hidup.
Di media jarang diberitakan bagaimana kehidupan seseorang setelah ia tak mempunyai lagi kekuasaan. Media hanya membahas apa yang dahulu di perbuat dan apa yang telah ia hasilkan.
"Mas Harto pasca lengser adalah seorang mantan pemimpin negara yang sangat kesepian. Walau masih ada sejumlah mantan anak buahnya yang sangat setia dan tetap menghormatinya, namun ia telah kehilangan banyak teman berdiskusi. Masa-masa setelah lengser juga identik dengan "pengucilan". Walau tidak ekstrem, saya merasakan perubahan-perubahan sikap yang tampak nyata dari orang-orang yang dulu dekat dengan Mas Harto, dan dekat pula dengan saya. Orang menjadi tidak terlalu respek kepada kami. Dengan mudah sosok-sosok yang semula akrab kemudian menjadi pihak yang sangat jauh dari kami. Mas Harto dan saya bisa menelan itu semua dengan lapang dada. Anak-anak Mas Harto juga cukup dewasa menyikapi ini".
Saya jadi ingat nasehat yang diajarkan. Jangan pernah berharap dengan manusia tapi berharaplah kepada Allah. Allah selalu menyanyangi dan mencintai hambanya beda dengan manusia yang sering kali banyak kepentingan. Dari cerita ini terbukti, mencari teman dalam keadaan senang sangat gampang tapi mencari teman yang setia dalam keadaan di bawah sungguh sulit.
Lebih baik terus lakukan kepedulian dan kebaikan tanpa mengharapkan balasan.
"Seperti halnya dia muncul dalam kehidupan saya dengan aura yang sangat manis, seperti itu pulalah dia meninggalkan kesan untuk saya saat kepergiannya pada Sang Khalik.Bagi saya, keberadaan Mas Harto di sisi saya adalah anugerah terindah dalam hidup. Dan saya terus menerus bersyukur untuk itu".
Inilah pelajaran kehidupan yang sangat penting, arti keluarga dan saudara. Sejauh-jauh melangkah, keluargalah tempat kita pulang dengan hati yang senang dan nyaman. Orang boleh menyangsikan apa yang kita lakukan dan rasakan tapi keluargalah yang paling mengerti dan mensuport apa yang akan dan telah kita lakukan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®










Tidak ada komentar:

Posting Komentar