Selasa, 16 Agustus 2011

PULKAMP alias MUDIK

***
Ribuan kilo, jalan yang kau tempuh
Lewati rintang, untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara kasih yang kau berikan
Tak mampu ku membalas ibu....ibu.....
***
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu do'a do'a baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas
ibuuu.....ibuuuuuu


 Lagu Iwan Fals Ibu.
 #Selalu ketika ingat mama jadi pengen pulang :'(


Kebiasaan yang sering ada di penghujung Ramadhan adalah pulang kampung alias mudik. Begitu ramainya mudik hingga persiapannya harus jauh hari sebelum puasa terutama masalah transportasi atau tiket. Biasanya tiket akan mahal pada saat mejelang Ramadhan. Bagi saya mudik mempunyai arti sendiri karena ada mama yang saya kunjungi dan rindukan. Mama yang sendirian di rumah selama puasa pasti merindukan kedatangan anak-anaknya, walaupun di hari lain saya juga mengusahakan mengunjungi beliau atau beliau datang ke tempat anak-anaknya. Tapi kebahagiaan di hari lebaran mempunyai warna lain. Rasa gembira dan tak sabar tentu saja menghampiri perasaan saya, mudik ini saya jalani dua tahun sekali, sesuai komitmen dengan suami, tempat lebaran bergantian antara orang tua dan mertua. 

Sebenarnya untuk pulang biasa saja karena saya juga sering pulang tapi yang membedakan rasa ini adalah bagaimana membahagiakan orang tua, berkumpul bersama keluarga lain, saling silaturahim, yang mungkin di bulan lain saudara-saudara jarang berkumpul. Hanya yang menjadi introspeksi saya mengenai pengalaman mudik, jangan sampai acara mudik melupakan ibadah Ramadhan, apalagi di 10 hari terakhir Ramadhan dianjurkan itikaf. Saya pernah beberapa kali mengikuti itikaf, itikaf memang sangat mengisi ruang kosong spritual saya, Itikaf bagaikan mencharge segala hati, jiwa dan keimanan. Bagaimanapun juga seharian di mesjid, sholat tepat waktu, mendengar ceramah agama, membaca Alqur'an, sholat malam berjamaah yang imamnya biasanya hafidz qur'an dengan bacaan dan suara yang bagus pasti akan menetaskan air mata keharuan. Mungkin ini yang harus menjadi catatan jangan sampai karena mudik kita melupakan esensi Ramadhan. Mudik berarti pulang, setiap manusia butuh tempat pulang. Sejauh-jauh melangkah pasti kaki dan pikiran akan melangkah untuk pulang. Kenapa?. Karena ada orang yang mencintai dan membutuhkan kita, dan kebutuhan dasar manusia adalah dicintai dan dibutuhkan.

Mudik juga harus menjadi sarana kita untuk mengingat arti "pulang" sebenarnya. Dimana kita nanti akan benar-benar pulang ke pada sang pencipta. Jika kita begitu sibuk mempersiapkan mudik ke kampung halaman kita pasti seharusnya juga akan lebih sibuk mempersiapkan "mudik panjang" kita. Kita tak akan pernah tau apakah Ramadhan berikutnya kita akan berjumpa lagi, maka mari kita lakukan Ramadhan yang terbaik pada saat ini. Ramadhan juga bukan sarana ujian tapi pelatihan. Karena pelatihan itu tujuan hasilnya agar kita dapat lebih baik lagi untuk modal 11 bulan berikutnya. Jika hanya dianggap ujian tentu sesudah ujian ada pesta dan bersenang-senang. Jika kita melakukan itu sayang sekali hanya sebulan kita "belajar" sedangkan untuk 11 bulan lagi kita tidak mempunyai modal untuk menghadapi hari-hari yang pasti penuh tantangan dan cobaan. Semoga dengan niat dan ikhtiar maksimal kita bisa menjalani Ramadhan dengan sebaiknya dan dapat menjadi manusia yang bertaqwa. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar